Rabu, 23 Februari 2011

Titik Terakhir

Adakah permasalahan yang membuat Anda gelisah, dan Anda tidak dapat tidur semalaman? Sedih, takut, kemarahan yang meluap-luap, itu semua sering memaksa kita susah tidur. Saya yakin setiap manusia dewasa pernah merasakan tidak bisa tidur semalam karena masalah-masalah itu. Tak terkecuali saya. Sayang, sering kali permasalahan yang membuat bola mata kita terus terjaga itu adalah permasalahan dunia : harta, wanita, saingan kerja, dan masih banyak lagi.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 3.00 pagi hari. Tapi matanya teramat jauh dari kantuk. Andai saat itu ada orang yang menjual rasa kantuk, tentu sangat mahal harganya. Sebenarnya ia biasa tidak tidur malam, karena malam-malam sebelumnya pun ia sibuk begadang. Tak jelas apa yang dikerjakannya? Namun malam ini lain, malam ini ia merasa bau kematian amat dekat dengan dirinya. Ya, saat itu ia sangat takut akan kematian. Ia sadar, penyebabnya ia baru saja berbuat dosa. Dosa yang ia tahu larangannya. Ia tidak menceritakan kepada saya dosa apa yang diperbuatnya. Baru pertama sepanjang hidupnya ia merasakan takut mati. Sehingga kasur empuk di kamarnya kosong ditinggal tuannya. Ia sibuk berzikir dan memohon ampun atas segala dosa-dosanya. Setelah sebelumnya ia shalat sunah dua rakaat. Ia berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Airmata dan sajadah merahnya menjadi saksi pertaubatan itu.

Azan subuh pun menggema, segera ia melaksanakan shalat berjamaah di mesjid samping kos-nya. Usai shalat subuh ia berzikir lagi di atas sajadah dengan warna yang sama. Tapi kali ini, ia menyerah. Kelopak matanya menutup, tak lama suara dengkuran halus muncul dari tengorokannya yang sedikit tersumbat. Ia tidak ingat lagi apakah benar-benar ia telah di jemput oleh kematian.

Jam 8.00 pagi, alarm Casio di pergelangannya berbunyi. Ia tersentak dari duduknya, ia segera bersujud, bersyukur masih diberi kesempatan untuk merasakan hidup. Bersama matahari yang menerangi jendela kamarnya.
"Betapa bodohnya aku saat itu!"
"Memangnya kenapa?" saya balik bertanya.
"Jika Allah mau, bisa saja Ia mengambil nyawaku saat berbuat dosa itu."

***

Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya untuk sering-sering mengingat pemutus kenikmatan. Yaitu mati. Sahabat dan Tabi'in mereka adalah orang-orang besar yang gemar melakukannya. Bahkan mereka pun mengadakan majlis-majlis zikir yang oleh Muhammad Ahmad Rasyid disebut 'madrasah kematian'. Khalifah ke empat Ali Bin Abi Thalib menaruh perhatian besar dalam masalah ini, pada suatu hari di masa kepemimpinannya, ia mengumpulkan rakyatnya di mesjid ibukota Kufah. Kemudian ia berkata:

"Sungguh yang aku takutkan terjadi pada kalian hanya dua, panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Panjang angan-angan membuat lupa akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu membuat orang menolak kebenaran."

Atau dengarkanlah kata-kata indah seorang zahid Tabi'in 'Uwais Al Qarni, "Hendaklah kalian berbantal kematian ketika tidur, dan jadikanlah kematian penyangga tubuh ketika kalian berdiri.

Hal paling nyata bagi orang-orang yang selalu mengingat kematian kata seorang ulama pergerakan DR. Abdullah Nashih 'Ulwan adalah ia akan merasakan manisnya iman. Karena dengan itu, ia akan berusaha terus menerus mengumpulkan bekal agar sampai ke negeri akhirat dengan selamat. Negeri yang di janjikan oleh pencipta jagat raya ini. Islam tidak melarang kita untuk kaya dalam hal dunia, bahkan itu dianjurkan. Karena kaidah agama ini adalah bekerja untuk dunia seakan kita hidup selamanya, dan beribadah untuk akhirat seperti kita akan menemui kematian esok hari.

Kehidupan orang-orang terdahulu dari umat ini memberi kita warna lain, tidak ada habisnya untuk terus-menerus kita teladani. Abu Hurairah r.a seorang sahabat terkemuka perawi hadist Nabi, ketika menjelang wafatnya ia menangis tersedu-sedu. Seseorang bertanya kepadanya:
"Apa yang menjadikan Anda menangis?"
"Aku tidak menangis karena dunia yang kalian tempati ini, tetapi karena jauhnya perjalanan yang aku tempuh dan sangat sedikit bekal yang aku bawa. Sungguh aku akan berjalan di suatu tempat yang tinggi, turunnya di surga atau neraka. Sedangkan aku tidak tahu surga atau neraka tempat kembaliku?"

***

"Anda di mana?"
"Saya sedang di pemakaman Duwaiqah." Jawabnya singkat. Saya langsung berpikir, bahwa kawan yang bercerita di atas tadi sedang mencari hal-hal baru yang mengingatkannya akan kematian. Maka ia pergi ke pekuburan. Pekuburan yang setiap hari kami lewati dalam perjalanan ke kampus Al Azhar.

Ada banyak cara untuk selalu mengingat kematian. Salah satunya pergi ke pemakaman, bayangkanlah saat kita di tandu dan pelan-pelan diturunkan ke liang lahat. Lain dari itu, kisah seorang tabi'in Rabi' Bin Khaitsam sungguh unik, ia menggali lubang kubur dan masuk ke dalamnya setiap hari, lalu mengingat-ingat penuh perasaan apa yang dilakukannya itu.

Tapi, kita mungkin belum mampu untuk menirunya. Cukuplah saat-saat kita benar-benar sibuk, dan segala urusan telah melupakan kematian. Berhentilah sejenak, tarik nafas, dan ingat bahwa semua yang Anda lakukan saat ini pasti ada akhirnya. Nafas yang tadi Anda tarik suatu saat akan berhenti tepat pada waktunya, saat itulah kita di jemput kematian.

Putaran waktu dan roda-roda perjalanan adalah lembaran hidup yang sedang kita tulis. Kita akan menemukan banyak 'tanda baca' di sana. Yakinkan dalam hati, kita akan menemui titik terakhir. Dimana kita tidak bisa lagi menulis lembaran itu. Titik terakhir itu adalah kematian. Dan semua makhluk bernyawa tidak ada satu pun yang tahu kapan akan menemui titik itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar